
Bupati Lingga Mengaku "Tidak Berdaya" Hentikan Rehap Bangunan Cagar Budaya Wisma Timah
satukata.id-Lingga- Bupati Lingga, Muhammad Nizar mengaku 'tidak berdaya' hentikan pemilik bangunan Cagar Budaya Wisma Timah melakukan rehap. Hal ini disampaikan, pria yang akrab di sapa Nizar ini usai kegiatan Ground Breaking Pekerjaan Optimalisasi Pemanfaatan Embung Gemuruh - Pipa Transmisi Air Baku Dabo Singkep di kantor PDAM Kabupaten Lingga, Sabtu (08/06/2024).
"Kita tidak bisa melarang (rehap Wisma Timah), yang terdahulu (PT Timah) telah menjual aset ini kepada pihak ketiga," kata Nizar.
Dikatakan, selama ini Pemkab Lingga telah berupaya untuk menarik kembali Bangunan Wisma Timah untuk menjadi aset Pemkab Lingga. Namun bergaia upaya yang dilakukan hingga saat ini tidak membuahkan hasil.
"Awalnya, bangunan ini adalah aset daerah. Namun tidak diketahui bagaimana selanjutnya Wisma Timah tersebut dibeli oleh pihak ketiga," terang Nizar.
Ketika dipertanyakan terkait upaya pelestarian Bangunan Cagar Budaya sesuai ketentuan UU No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. UU ini salah satu bertujuan
Perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
"Kita (Pemkab Lingga) hanya bisa menyarankan agar tidak merubah bentuk. Karena memang sudah bukan merupakan aset daerah," terangnya.
Apalagi saat ini, sambung Bupati Lingga, pemilik Wisma Timah tengah mengajukan surat perubahan surat tanah yang awalnya alas hak menjadi sertifikat. Hal yang dapat dilakukan Pemkab Lingga hanya mengawasi pembayaran retribusi dari pajak dan lainnya kewajiban pembayaran untuk negara dari pemilik bangunan.
"Pemerintah daerah sudah mencoba mengubungi pemilik Wisma Timah agar pemerintah dapat membeli kembali sesuai anggaran yang dibayarkan atau sesuai kesangguoan keuangan daerah," imbuhnya.
Pernyataan Bupati Lingga ini jelas tidak sejalan dengan Perda Kabupaten Lingga No 10 Tahun 2017 Tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya. Dalam Perda tersebut dalam Pasal 94 berbunyi :
(1) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (5) atau tidak memilki surat persetujuan/izin bupati dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. penghentian paksa kegiatan pemugaran, pembongkaran atau perobohan bangunan cagar budaya.
b. penetapan uang paksa, sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) atas keterlambatan per-hari untuk mematuhi perintah penghentian paksa kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau.
c. pencabutan izin-izin yang telah dilanggar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Bupati.
Dalam Pasal 92 ayat 5 disebutkan pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului
analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan ayat 6 berbunyi pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Bupati sesuai dengan kewenangannya. (tir)
Editor
Redaksi
Reporter
ATA BOT